Ternate, 6 tahun yang lalu... (1)
Waktu rasanya barlalu begitu
cepatnya. Tanpa terasa, pemilu di bulan April 2014 adalah kali kedua yang saya alami
di kota ini, Ternate. Itu berarti lima tahun telah saya lewati. Lebih tepatnya sih
lebih dari itu. Saya mulai bersenyawa dengan kota ini pada bulan Mei 2008 yang
lalu. Jadi, sudah hampir 6 tahun saya berada di kota ini. Kota yang namanya
telah mendunia sejak lama. Menurut sejarahnya, harum rempah-rempahnya telah
mengundang bangsa Eropa ke pulau Ternate dan pulau-pulau lain di sekitarnya...
Karena sudah cukup lama di sini,
sepertinya lumayan banyak perubahan yang dialami kota ini. Sebagai pengingat
pribadi saya, yang mungkin suatu saat akan meninggalkan kota ini, tentu tidak ada
jeleknya saya membuat catatan kecil tentang apa-apa saja perubahan selama saya
berada di kota ini. Yah, siapa tahu catatan yang tidak seberapa ini bisa
bermanfaat juga bagi orang lain. Buat saya minimal bisa jadi selingan untuk mengurangi
rasa jenuh dan bosan yang kadang kala datang menyapa.
Ternate, sebuah kota sekaligus nama
sebuah pulau yang berada di kaki Gunung Gamalama. Kota dengan kondisi geografis
yang unik karena berada di pantai sekaligus di lereng gunung. Geografis yang
demikian cukup berpengaruh pada cuacanya. Cuaca di sini sering tidak menentu. Ada
kalanya panas di musim hujan, tetapi ada juga hujan di musim panas. Seperti di
hari pemilu tanggal 9 April yang lalu, dari pagi sampai siang menjelang sore,
cuaca begitu cerah. Namun tiba-tiba tidak lama kemudian mendung tanpa permisi
datang dan mencurahkan bebannya yang cukup deras menyirami apa saja yang ada di
bawahnya. Dan alhamdulillah, cuaca menjadi lebih sejuk...
Menurut saya, Kota Ternate tidaklah terlalu besar,
tetapi juga tidak bisa dibilang kecil. Mungkin bisa dikelompokkan ke dalam kota
sedang. Namun mobilitas penduduk maupun pendatang di sini lumayan ramai juga. Sampai
jauh malam pun situasinya masih cukup ramai. Mungkin karena kota ini menjadi
penghubung dan menjadi persinggahan untuk menuju kota-kota lain di Maluku Utara
dan sekitarnya. Baik dari luar yang akan masuk ke kota-kota di Maluku Utara,
maupun yang akan keluar ke provinsi lain. Hampir dipastikan akan melalui
Ternate. Ada bandara di sini yang melayani penerbangan masuk dan keluar Maluku
Utara. Ada pula penerbangan ke kota-kota kabupaten di Maluku Utara. Ternate juga
memiliki pelabuhan laut yang tidak terlalu besar namun bisa disinggahi oleh
kapal Pelni dan kapal barang pengangkut kontainer. Hal ini sangat membantu
mobilitas penumpang dan barang baik yang menuju Ternate maupun ke kota-kota
lain di sekitar Maluku Utara, bahkan sampai ke pulau Jawa.
Pulau Ternate sebenarnya adalah
pulau gunung api. Artinya, ya pulau, ya sekaligus gunung berapi juga. Tinggi
puncaknya kurang lebih 1700-an meter di atas permukaan laut dan mempunyai nama
gunung Gamalama. Gunung ini sampai sekarang merupakan gunung berapi aktif. Kalo
tidak percaya, datang saja kesini kemudian lihat puncaknya. Di sana, di bagian sebelah
timur agak ke utara terlihat menghitam. Itu berarti pertanda ada sesuatu yang
panas di situ. Sering juga terlihat adanya asap yang mengepul di puncaknya. Bahkan
pada akhir Desember 2012 yang lalu gunung ini sempat “polote” (kata orang sini)
atau meletus. Kebetulan waktu itu saya
sedang berada di luar kota namun sementara dalam perjalanan kembali menuju kota
Ternate. Akibat letusan itu bandara Sultan Babullah Ternate ditutup dan semua penerbangan
ke Ternate dibatalkan. Akhirnya saya menambah liburan di kampung halaman, he he
he...
Enam tahun berlalu, bukan saja saya
yang mengalami perubahan yaitu menjadi tua, demikian pula kota ini. Banyak
perubahan-perubahan yang tejadi di kota ini seiring perkembangan sebuah kota.
Berikut ini adalah beberapa perubahan di kota Ternate menurut pengamatan saya:
Sarana dan Prasarana Transportasi
Yang pertama saya tulis di sini
adalah Bandar Udara Sultan Babullah Ternate. Kenapa? Karena di sinilah pertama
kali saya menginjakkan kaki di kota ini. Pesawat yang saya tumpangi waktu itu
adalah Merpati yang berangkat dari Yogyakarta. Sekarang ini pesawat tersebut
sudah tidak terdengar lagi deru mesinnya di bandara ini. Entah kenapa, apakah
karena kalah bersaing dengan maskapai lain yang masuk belakangan, atau karena
perusahaannya memang sedang dirundung masalah sehingga harus mengurangi rute
penerbangannya...
Selain Merpati yang sudah tidak
menyinggahi kota Ternate, pernah ada juga Kartika Airlines. Maskapai ini sempat
melayani Ternate beberapa waktu yang lalu, namun tidak lama kemudian menghilang
bersama hembusan angin. Setelah itu, ada juga Batavia Air yang melayani
penerbangan ke Ternate sejak tahun 2009. Masukkan Batavia Air menjadi angin
segar buat pendatang seperti saya karena maskapai ini menawarkan tiket dengan
harga sangat bersaing. Namun karena perusahaanya dipailitkan, akhirnya tidak
ada lagi penerbangannya ke sini. Terakhir, yang belum lama menghentikan
penerbangannya – terutama ke kota-kota besar di Jawa - adalah Express Air. Saat
ini yang tersisa hanya tinggal Garuda Indonesia, Sriwijaya dan Wings Air.
Buat pendatang yang baru akan
pertama kali ke sini, belum lama ini di Bandara Sultan Babullah telah
dioperasikan terminal penumpang baru. Terminal ini diresmikan pada tahun lalu.
Jika dibandingkan dengan terminal lama akan terlihat jauh berbeda. Terminal
baru ini cukup megah. Bahkan akan sangat kontras perbedaannya jika dibandingkan
dengan keadaan enam tahun yang lalu.
Terminal kedatangan enam tahun yang
lalu bisa dikatakan sangat sempit. Langit-langitnya tidak begitu tinggi. Juga
tidak terlihat adanya AC untuk mendinginkan ruangan. Yang ada hanyalah kipas angin yang berputar di
atas kepala penumpang yang sedang menunggu pengambilan bagasi. Akibatnya,
terasa sangat gerah di sini. Belum lagi masih ditambah oleh banyaknya orang yang
tidak berkepentingan ikut nimbrung di tempat ini. Selidik punya selidik,
ternyata mereka ini selain para penjemput penumpang pesawat, ada juga sopir taksi, baik yang resmi maupun
yang gelap, tidak ketinggalan ada juga tukang ojek. Yang membuat miris,
pengambilan bagasi bawaan penumpang tidak melalui conveyor/ban berjalan.
Melainkan dilempar begitu saja oleh petugas bagasi dari mobil pick up
pengangkut barang. Buat penumpang yang membawa barang pecah belah, jangan terlalu
berharap barangnya masih utuh di sini, he he he...
Setelah bandara, saya ingin
melanjutkan cerita sedikit mengenai pelabuhan lautnya. Namanya pelabuhan A.
Yani. Selain disinggahi kapal barang/kontainer, pelabuhan ini juga disinggahi
kapal Pelni. Yang masih saya ingat - karena saya pernah mencicipi kabinnya –
adalah kapal Lambelu dan kapal Sangiang. Ya, saya tidak akan lupa. Dengan kapal
Lambelu, saya terapung-apung selama 4 hari menempuh perjalanan laut dari kota Bitung
(Sulawesi Utara) menuju kota Surabaya (Jawa Timur). Perjalanan menjadi selama
itu karena ada beberapa pelabuhan yang disinggahi: Ternate, Namlea, Ambon,
Bau-Bau, dan Makassar. Namun itu adalah kenangan lama, sudah bertahun-tahun
yang lalu. Buat yang tertarik ingin mencoba, silakan...
Nah, setelah pelabuhan, kini
giliran jalan keliling pulau Ternate yang akan saya ceritakan. Biasanya, jika
ada tamu atau pendatang yang berada di kota ini untuk sementara waktu, akan menyempatkan
diri atau akan diajak jalan-jalan mengelilingi pulau Ternate. Enam tahun lalu,
jalan yang mengelilingi pulau Ternate tidaklah terlalu lebar. Di beberapa
tempat terdapat rimbunan semak yang menutupi jalan. Ada juga beberapa tikungan
tajam dengan tebing curam di salah satu sisinya. Aspalnya juga sudah mulai
rusak di sana sini. Namun sekarang sudah berubah, loh. Jalan terasa menjadi lebar
karena ada penambahan bahu jalan dan pembersihan semak-semak di tepinya. Di
beberapa bagian juga telah dibangun saluran air hujan dan talud penahan tebing.
Beberapa tikungan tajam juga telah dikurangi ketajamannya. Dan yang luar biasa
adalah pemandangannya. Satu sisinya menyajikan keindahan pantai dan air
lautnya. Di sisi yang lain ada lereng gunung dan tebingnya. Buat berkendara
lumayan menyenangkan, karena tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat. Kalau mau
uji nyali dengan ngebut, bisa juga, asal
berani...
Komentar
Posting Komentar