Pengalaman Naik Bus Yang Namanya Mengandung Doa, Tapi Hati Tetap Was-Was


Hari itu, Ahad sore sekitar pukul 17.00 WIB saya meluncur ke sebuah agen bus yang terletak di depan jalan masuk menuju terminal bus Bulupitu di Purwokerto. Seperti Ahad-Ahad sebelumnya, saya ke agen bus ini untuk menempuh perjalanan kembali menuju Wates, sebuah kota kecil di sebelah barat Yogyakarta. Biasanya saya berangkat dengan bus dari agen ini dengan jadwal pukul 18.00. Namun sepertinya sore itu saya kurang beruntung. Bus yang biasa saya naiki, sedang mengalami kerusakan dan masih dalam proses perbaikan. Menurut kakak penjual tiket, bus keberangkatan berikutnya ada pada pukul 7 malam. Dari pada menunggu akhirnya saya memutuskan menuju terminal bus Bulupitu dengan harapan ada bus lain dengan keberangkatan sekitar jam 6 sore juga.

Karena jaraknya hanya selemparan batu, maka saya menuju terminal dengan berjalan kaki. Kebetulan cuaca juga mendukung walaupun agak mendung. Hanya beberapa menit akhirnya saya sampai di pintu masuk gedung terminal bus. Saat saya tiba, suasana sudah mulai gelap. Lampu-lampu terminal sudah menyala beberapa, memberikan sedikit rasa aman di antara langit yang mulai temaram.  Sebelum memasuki pintunya, saya langsung dihadang oleh beberapa orang yang menanyakan tujuan saya. Akhirnya saya memutuskan menggunakan bus yang katanya jam keberangkatannya paling cepat. 

Sejatinya, saya agak ragu menggunakan bus ini. Menurut beberapa info di media maupun obrolan warung angkringan, bus ini terkenal banter dan suka ngeblong. Apakah pembaca sudah tahu arti ngeblong? Kalo belum ini saya jelaskan ya. Ngeblong adalah istilah yang dipakai saat bus memaksa mendahuli kendaraan depan, hingga kendaraan dari arah berlawanan terpaksa "keluar" dari jalan. Agak ngeri dan mengandung arogansi antara si besar melawan si kecil. Ibarat gajah melawan semut. Mungkin karena kebiasaaan banter dan ngeblong hingga akhirnya menyebabkan bus ini mengalami beberapa kecelakaan. Bahkan hingga harus berganti nama untuk menghindari “sial”. Mungkin. Ini menurut tebakan saya saja lho ya. Namun karena didesak oleh rasa penasaran yang membuncah akhirnya saya memberanikan diri memilih bus ini. 

Menurut informasi kru, bus akan diberangkatkan sekitar pukul 6 lewat 15 menit. Jadi masih ada kesempatan sekitar setengah jam untuk mengamati bus ini. Warna bus didominasi biru. Di samping kiri dan kanan Bodi bus Bus ini ternyata bus ekonomi dengan susunan 2 kursi di sebelah kiri dan 3 kursi di sebelah kanan. Meskipun kelas ekonomi, namun bus ini sudah dilengkapi AC sehingga cukup nyaman berada di dalamnya. Untuk kursinya memang minimalis. Apalagi jarak antar kursinya. Namun masih cukup lega buat saya yang berbadan imut dan tidak terlalu tinggi. Yang di luar dugaan saya adalah bus ini menggunakan mesin depan. Yang terpasang di samping pak sopir yang sedang bekerja. Dan untuk taripnya, pastinya lebih murah dari bus langganan saya. Tarip bus ini hanya 50k, setengah dari bus yang biasa saya tumpangi.  Lumayanlah jadi bisa berhemat.


Setelah sekian menit menunggu, akhirnya bus diberangkatkan juga menjelang pukul setengah tujuh. Penumpang tidak terlalu banyak, masih kurang dari jumlah jari pada dua tangan. Namun jumlah ini masih lebih banyak dari penumpang bus yang biasa saya tumpangi setiap Ahad malam. Perlahan bus mulai meninggalkan shelter keberangkatan.  

Namun belum lama roda bus berputar, tiba-tiba bus berhenti setelah melewati pintu keluar terminal. Ternyata ada satu dua penumpang yang naik. Dan… seseorang yang lengannya terlihat penuh tato. Kemudian dia menyapa para penumpang dan mulai mengeluarkan kata-kata puitisnya. Namun dibalik kata-katanya yang puitis itu mengandung intimidasi yang bisa menciutkan nyali. Khususnya saya. Yang akhirnya dengan berat hati terpaksa merogoh kocek untuk diberikan kepadanya. Sudah puluhan tahun saya tidak menggunakan bus ekonomi, ternyata hal seperti ini masih ada. Apakah ekonomi memang tidak meroket seperti yang pernah dijanjikan? 

Tidak berapa lama bus melanjutkan perjalanan lagi. Saya mulai merasakan bus dipacu yang dapat saya dengar dari suara raungan mesinya yang ada di bagian depan. Bus melaju dengan cepat meninggalkan penghasil gethuk goreng. Feeling saya, kecepatan bus ttidaklah berbeda jauh dengan bus yang biasa saya tumpangi setiap Ahad sore. Untuk membuktikannya, saya menggunakan aplikasi speedometer yang ada di HP. Dan memang benar, kecepatan relatif tidak berbeda jauh. Yang membedakan adalah bus ini sering membunyikan klakson dan berusahan melewati kendaraan lain yang ada di depannya. Sehingga terkesan bus berjalan banter atau ngebut. Mungkin slogannya “banter tur nyalipan”. Setiap kali bus menyalip, saya bisa merasakan adrenalin yang mengalir deras. Pengemudi bus tampaknya sangat terampil, mampu mengendalikan bus dengan baik. Namun, kecepatan ini juga membuat saya merasa was-was. Setiap kali bus menyalip, berbelok atau mengerem, saya merasa jantung saya berdegup kencang. 

Pemandangan di luar jendela berubah menjadi garis-garis cahaya yang bergerak cepat. Saya mencoba untuk tetap tenang dan menikmati perjalanan, walaupun tetap sulit untuk menghilangkan rasa khawatir. Beberapa penumpang lain tampak tenang, mungkin mereka sudah terbiasa dengan kecepatan bus ini. Namun, bagi saya yang baru pertama kali naik bus ini, ini adalah pengalaman yang sangat berkesan untuk perjalanan rohani saya.

Untuk mengurangi rasa khawatir, saya mencoba mengalihkan perhatian dengan melihat pemandangan di luar dan memanjatkan doa. Namun, setiap kali bus melaju kencang, menyalip, bahkan ketika ada kendaraan kecil yang terlihat di depan, degup jantung kembali berdetak kencang dan keterikatan dengan Sang Maha Pencipta semakin dekat. Saya terus berdoa agar perjalanan ini lancar dan selamat sampai tujuan.

Setelah beberapa jam, akhirnya bus mulai mendekati kota Wates. Rasa lega mulai terasa ketika bus telah melewati kompleks bandara YIA. Saya menghela napas panjang, bersyukur karena perjalanan yang lumayan mendebarkan ini sebentar lagi akan berakhir. Meskipun perjalanan ini membuat saya was-was, saya merasa bahagia karena telah melewati pengalaman yang menegangkan ini.

Pengalaman naik bus yang namanya mengandung doa ini sejatinya juga memberikan beberapa pelajaran berharga bagi saya. Kecepatan dan keterampilan pengemudi memang penting, tetapi keselamatan penumpang tetap harus menjadi prioritas utama. Saya berharap di masa depan, bus ini dapat mengurangi kecepatan agar penumpang merasa lebih aman dan nyaman.

Perjalanan ini juga memberikan saya kesempatan untuk merenung. Dalam kecepatan yang tinggi, saya menyadari betapa rapuhnya hidup ini. Setiap detik di jalan raya adalah perjuangan antara kecepatan dan keselamatan. Saya melihat wajah-wajah penumpang lain yang tampak tenang, tetapi saya yakin mereka juga merasakan ketegangan yang sama. Kami semua berada dalam satu bus, berbagi pengalaman yang sama, dan berharap untuk sampai ke tujuan dengan selamat.

Selama perjalanan, saya juga memperhatikan pengemudi bus. Dia tampak sangat fokus dan terampil dalam mengendalikan bus. Setiap gerakan kemudi, setiap kali dia menginjak pedal gas atau rem, semuanya dilakukan dengan presisi. Saya merasa kagum dengan keterampilannya, tetapi juga berharap dia lebih berhati-hati. Kecepatan memang memberikan sensasi tersendiri, tetapi keselamatan adalah yang utama.

Dalam perjalanan ini, saya juga belajar untuk lebih menghargai keterampilan pengemudi bus. Mereka adalah pahlawan yang setiap hari berjuang untuk membawa penumpang dengan selamat ke tujuan. Mereka juga berjuang untuk keluarganya agar dapur tetap ngebul, anak-anak bisa bersekolah dan menggapai cita-citanya. Saya berharap mereka selalu diberikan kesehatan dan keselamatan dalam menjalankan tugasnya. 

Ada yang penasaran dengan bus yang saya naiki? Silakan anda tebak sendiri atau datang ke terminal bus Purwokerto jam 6 sore…


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menepi, Ngopi, Membranding Instansi

Desain Rumahku Menggunakan Sweet Home 3D (1)

Menikmati Pasir Putih Pulau Dodola, Morotai, Maluku Utara