Selasa, 17 Mei 2016

Pengalamane Inyong Ngurus Perpanjangan SIM C Dhewek



Ra krasa jebul masa berlaku SIM C-ne inyong wis arep entong neng akhir Mei. Berarti inyong kudu gageyan memperpanjang kiye. Soale, menurut info sing tek waca neng media online, nek perpanjangan SIM telat sedina bae kudu gawe anyar. Kiye link beritane: Perpanjangan SIM.

Nah, dina Setu wingi tanggal 14 Mei, ngepasi inyong mudik Purwokerto, tek manfangatna nggo ngurus perpanjangan SIM C. Seelingku sih, dina Setu kantore pak Polisi tetep bukak. Moga-moga Setu kiye ya ora berubah alias tetep bukak. Ben olih antrian gasik, niate inyong mangkat gasik. Tapi berhubung ana keperluan, jam setengah sanga inyong nembe bisa budhal sekang umah. Nganggo motor inyong langsung njujug kantore pak Polisi sing ngurusi SIM. Panggonane neng sebelah kidul SMAN 1 Purwokerto, cedheke tugu eks karesidenan mBanyumas.

Nggo perpanjangan SIM C, dokumen sing dibutuhna yakuwe fotokopi SIM C (sing esih berlaku) karo fotokopi KTP (ya sing esih berlaku juga). Terus mesti periksa/KIR kesehatan. Pas inyong tekan bagian KIR kesehatan, jebul antriane wis akeh banget. Bar njukut nomer antrian, bareng tek deleng olih nomer 127. Waduh bakal suwe kiye nunggune. Tapi jebul ora. Sekali dipanggil, sing mlebu ruangan jumlahe wong rong puluh. Pemeriksaane juga Pemeriksaane juga lumayan cepet.  Pas giliran inyong, karo petugas wadon dikon mbayar seket ewu. Bar kuwe inyong dikon geser maring  petugas lanang sing nyanding laptop. Karo petugas kiye inyong dikon nempelna jari trus ndeleng maring kamera. Rampung, diwei struk hasil pemeriksaan kesehatan. Bar kuwe terus pindah maring bagian perpanjangan SIM. Pertama, njaluk formulir perpanjangan SIM neng loket 2, terus diisi datane inyong. Bar ngisi data trus mbayar biaya perpanjangan SIM neng loket BRI. Biaya perpanjangan SIM C pitung puluh lima ewu perak. Nek wis mbayar terus berkase diserahna maring loket penerimaan berkas, diperiksa sedhilit trus diwei nomer antrian nggo nunggu panggilan foto.

Neng bagian foto kiye sing mandan semrawut. Pas giliran nomere inyong dipanggil, inyong gageyan mlebu ruang foto. Inyong kaget, neng kene wis akeh wong pada ngantri nunggu giliran difoto. Petugase mung loro, lagi pada nglayani kabeh. Inyong dadi clingak-clinguk golet kursi kosong. Ra ana kursi kosong terpaksa inyong ngadeg neng cedhek lawang karo ngamati situasi. Bareng sing dilayani wis rampung, petugas fotone nyeluk jeneng wong sing arep difoto berikute. Bar nunggu pirang-pirang menit akhire inyong dipanggil. Prosese simpel banget. Pertama nempelna jempol neng alat sensor, dilanjut teken neng alat sing disediakna. Terakhire nembe difoto. Rampung, gari nunggu SIM-e dicetak. Ra nunggu suwe akhire inyong nampa SIM sing anyar. Total wektu sing dibutuhna ora nganti rong jam. Menurut inyong sih termasuk lumayan cepet.



Umume sih, pelayanan perpanjangan SIM (C) neng kantor Polisi kene menurut inyong wis cukup apik. Tapi esih ana beberapa hal sing esih bisa ditingkatna yakuwe:
  1. Ruang KIR kesehatan kurang representatif, masa ruang KIR nganggo garasi rumah dinas. Nunggune juga neng halaman garasi. Emang sih wis disediani kursi karo tenda, tapi jumlahe kurang. Dadine akeh wong sing pada ngadeg. Letake juga mandan adoh karo bagian perpanjangan SIM. Rampung KIR, nek arep maring bagian perpanjangan SIM kudu udan-udanan apa panas-panasan dhisit. Nek bisa sih ruang KIR digawe sepanggonan utawa jejeran karo bagian perpanjangan SIM ben praktis.
  2. Ruang perpanjangan SIM sih wis lumayan apik  lan nyaman. Mung menurut inyong posisi loket mesti diubah urutane. Sekang pintu masuk mestine dimulai loket 1, loket 2 lan seteruse. Ben ora mbingungi sing nembe mlebu.
  3. Ruang fotone sempit, antriane akeh. ngelewihi daya tampung kursi sing disediakna. Nek memungkinkan sih, ruangane diperluas. Tapi nek ora nana tempate, bisa disiasati nganggo nomer antrian, trus nembe mlebu ruangan. Dadine ora sumpek karo semrawut.

Kamis, 12 Mei 2016

Tenanglah di sana Bapak.. Administrasi telah kami selesaikan!

Bermula dari muntah-muntah dan diikuti keringat dingin bercucuran pada pagi hari sebelum subuh, bapak lalu terkulai lemas dan tidak sadarkan diri. Tidak menunggu lama, bapak dibawa ke rumah sakit terdekat. Di rumah sakit dilakukan berbagai pemeriksaan termasuk rontgen dan CT Scan. Akhirnya dari dokter diperoleh informasi bahwa bapak terkena stroke dan pendarahan otak dengan tingkat kesadaran sekitar 5%. Karena tingkat kesadaran yang rendah, dokter tidak menyarankan untuk diambil tindakan operasi karena risiko yang tinggi. Akhirnya, menjelang maghrib, bapak pergi meninggalkan kami selamanya untuk menghadap sang penciptanya.

Sesuai ajaran agama yang kami anut,  terhadap mayat agar segera dilakukan penguburan. Kami telah berniat menguburkan jenazah bapak esok hari sekitar pukul 10 pagi, namun ini tidak dapat terlaksana. Kami harus memundurkan penguburan jenazah bapak sampai siang hari karena akan dilakukan upacara pemakaman oleh Polres setempat. Upacara pemakaman ini dilakukan karena bapak mempunyai beberapa tanda jasa terkait tugasnya di Irian Jaya dan Timor Timur serta Bintang Nararya. Apa boleh buat, kami harus kompromi dengan aparat setempat untuk hal ini.

Setelah penguburan bapak usai, tentu masih banyak urusan yang harus kami selesaikan. Salah satu yang harus segera diurus adalah pengurusan santunan biaya pemakaman dan uang duka wafat. Sedangkan pengurusan pensiun janda dapat diurus belakangan karena ibu akan mendapat pensiun terusan selama 12 bulan. Ternyata, sebelum kami mulai mengurus sesuatunya, ada seorang bapak yang dengan ramah menyatakan akan mengurus segala sesuatu terkait santunan biaya pemakaman, uang duka wafat dan (nantinya) pensiun janda. Awalnya kami gembira – terutama ibu – dengan adanya uluran tangan ini si bapak yang ramah ini. Namun, ketika uang santunan biaya pemakaman turun, dengan terang-terangan beliau meminta imbalan yang jumlahnya cukup besar kepada ibu untuk mengurus sesuatunya. Sungguh hampir tidak dapat dipercaya, tapi memang begitulah kenyataannya.  Jumlah yang diminta besarnya hampir 40% dari uang santunan yang diterima oleh ibu. Ya Alloh... berikanlah berkah kepadanya dan ampunilah kami...

Selain menerima pensiun tiap bulan, bapak masih menerima dana kehormatan v*t*r*n dan yang baru turun rapelannya adalah tunjangan v*t*r*n yang jumlahnya cukup lumayan dan langsung masuk rekening tabungan. Demikian yang disampaikan ibu kepada saya. Saya segera mengecek hal ini ke Taspen karena instansi inilah yang membayarkan uang-uang tersebut ke bapak. Dari Taspen diperoleh informasi bahwa uang-uang tersebut hanya diterima oleh yang bersangkutan saja. Apabila yang bersangkutan meninggal dunia maka pembayarannya akan dihentikan.

Agar ibu bertambah yakin dan sekaligus untuk mengambil skep tunjangan v*t*r*n asli bapak, saya menemani ibu mendatangi sebuah kantor yang mengurusi ini. Sesuai penuturan salah seorang pegawai di situ disampaikan bahwa dana kehormatan v*t*r*n dan tunjangan v*t*r*n hanya diterima oleh yang bersangkutan saja dan tidak diturunkan ke jandanya apabila yang bersangkutan meninggal dunia.  Namun memang ada wacana dari pemerintah untuk memberikan uang ini ke jandanya tetapi sayangnya sampai dengan saat ini belum ada peraturan yang keluar sebagai dasar pembayaran hal ini. Ok pak... Kami sudah jelas...

Nah, sekarang berarti tinggal mengambil skep tunjangan v*t*r*n asli milik bapak. Setelah dicari beberapa lama, akhirnya ketemu juga dan ditunjukkan kepada kami untuk memastikan. Sebelum kami bisa membawanya pulang, kami diminta menghadap ibu “C” untuk menyelesaikan sesuatu. Ternyata, kami diminta membayar sejumah uang dengan rincian untuk administrasi, biaya pengurusan skep dan pembelian keramik. Dalam hati saya berkata, maksudnya administrasi apa? Beli atk? Terus beli keramik buat ganti tegel kantor yang sudah bulukan ya? Miris sekali, kantor pemerintah kok minta uang dari masyarakat dengan dalih seperti itu. Kasihan.. kantor kok ga punya dana operasional dan pemeliharaan... dan menurut keterangan ibu “C”, hal ini sudah ada kesepakatan dengan bapak saya dan tentunya juga bapak-bapak yang lain, akan memberikan uang administrasi setelah rapelan tunjangan v*t*r*n diterima. Meskipun bapak telah meninggal, tetap harus bayar, karena hal ini sudah kesepakatan (kata mereka). Meskipun dengan berat hati, namun demi ketenangan ayah di sana, kami pun segera mengeluarkan uang administrasi yang besarnya sekitar 8% dari uang rapel yang masuk ke rekening tabungan bapak. Tenanglah di sana Bapak.. Administrasi telah kami selesaikan!