Strategi Pemasaran Penjual Dodol



Rutin menggunakan bus Damri trayek Jakarta - Purwokerto hampir tiap Jumat malam memberi beberapa pelajaran luar biasa buat saya. Beberapa bulan yang lalu saya jadi bisa merasakan efek dari ambruknya jembatan sungai Comal. Efek tersebut adalah lamanya perjalanan yang harus ditempuh. Jadi saya harus banyak bersabar untuk tidak segera sampai di Purwokerto. Kata orang, sebelum jembatan sungai Comal ambruk, lama tempuh Jakarta - Purwokerto sekitar 9 – 10 jam. Sedangkan perjalanan yang saya nikmati antara 12 – 15 jam. Pernah juga saya mencoba lewat jalur selatan dengan rute Jakarta (Cililitan) – Cileunyi (Bandung) -  Tasikmalaya menggunakan bus Primajasa kemudian disambung dengan bus seadanya ke Purwokerto. Berharap lancar dan lebih cepat, ternyata sama saja. Saya harus menghabiskan waktu sekitar 13-14 jam perjalanan untuk bisa sampai di Purwokerto.

Pelajaran lain saya dapat adalah dari penjual dodol asongan. Penjual dodol ini naik dari Cikampek ketika perjalanan bus merayap pelan, tidak lama setelah bus keluar dari pintu tol. Sudah dua kali saya bertemu dengannya. Pertemuan yang pertama dia menjajakan dagangannya seorang diri. Pertemuan kedua dia berdagang bersama seorang kawannya.

Menurut saya, ada yang menarik dari penjual dodol asongan ini. Penampilannya lumayan rapi menggunakan kemeja yang dimasukkan ke dalam celana jean. Dengan sopan, dia mengawali perkenalan dengan permintaan maaf kepada penumpang karena telah mengganngu kenyamanannya. Kemudian dia menjelaskan produk yang dia jual dengan detil,  menggunakan suara dengan jelas serta susunan kata-katanya sangat runtut dan teratur.

Setelah memperkenalkan jualannya yaitu dodol merk “K”, tanpa saya sangka kemudian dia mengambil satu dus dodol dan membukanya di hadapan penumpang bus. Tapi entahlah, dia mengambil secara acak atau yang telah disiapkan khusus untuk dicoba. Lalu dia mendatangi penumpang bus satu persatu dan meminta penumpang mencobanya dengan gratis. Setelah satu dus dodol habis dibagi, dia menyebutkan harga dodolnya yang dia jual lebih murah dibanding produk sejenis yang dijual di toko. Penjual dodol mengatakan beberapa alasan kenapa produknya dijual lebih murah dibanding dengan toko. Katanya, karena dijual langsung dia ga perlu bayar pajak macam-macam dan membayar gaji karyawan. Makanya dia bisa menjual murah di bus.

Nah, selain harga yang murah, dia juga memberi bonus bagi penumpang yang membeli dodolnya. Pembelian minimal lima dus, akan mendapat bonus satu dus. Makanya ga heran, banyak penumpang yang tertarik membeli dodolnya. Bahkan, di akhir sesi penjualannya dia berani memberi bonus dodol 3 dus dodol! Yang ini mah menyenangkan pembeli terakhir, tapi bikin nyesek yang beli pertama kali. Oh ya. Soal rasa, jangan tanya saya yah... saya ga mencicipi apalagi membelinya..

Sungguh, saya terkesima dengan penjual dodol yang satu ini. Dia sudah mirip marketer handal dari perusahaan ternama. Sepertinya dia ini sudah menggunakan strategi pemasaran dalam menjual dodolnya. Ya, strategi pemasaran biasa dipelajari oleh anak kuliahan itu, yang katanya 4P itu. Product, Price, Promotion dan Place. Tapi entahlah, saya ga peduli dia belajar di mana, tetapi perjuangan menjual dodolnya cukup membuat saya salut dan merenungi kembali kehidupan ini...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menepi, Ngopi, Membranding Instansi

Desain Rumahku Menggunakan Sweet Home 3D (1)

Menikmati Pasir Putih Pulau Dodola, Morotai, Maluku Utara